Mengenal tiga tipe pemimpin

MENGENAL TIGA TIPE PEMIMPIN

Kata Voltaire, “If you wish to converse with me, define your term.” Kalau mau berbincang denganku tentang suatu hal, definisikan dulu istilah-istilah Anda. Untuk apa? Agar ada kesamaan pemahaman mengenainya untuk melanjutkan perbincangan. Biar tidak debat kusir, begitu.

Definisi itu penting, sangat penting. Bahkan, bagi sebagian orang, definisi itu menentukan kualitas seseorang, suatu masyarakat atau suatu bangsa. Jika Anda ingin meraih kesuksesan yang luar biasa, maka definisikan kesuksesan Anda secara luar biasa pula. Definisi yang biasa-biasa tentang kesuksesan, hanya akan mengantarkan Anda pada kesuksesan yang biasa-biasa pula.

Begitu pun tentang kepemimpinan. Jika sebuah bangsa ingin mendapatkan pemimpin yang luar biasa, maka mereka mesti merumuskan definisi yang luar biasa pula tentang pemimpin. Pemimpin yang memegang nilai-nilai utama, memperjuangkan prinsip-prinsip keunggulan, memperjuangkan kualitas dan lain sebagainya.

Kepemimpinan (leadership) adalah tema penting yang sangat bersentuhan langsung dengan manusia. Secara sosiopolitik, tema ini pula yang selalu menarik, “seksi” dan ramai dibincangkan orang-orang. Saking ramainya, kerapkali ia menimbulkan ketegangan dan bahkan gesekan.

Kali ini saya ingin coba menyorot tema kepemimpinan, khususnya berkaitan dengan tipologi. Sejauh yang saya perhatikan, ada tiga tipologi pemimpin yang merepresentasikan kepemimpinan secara umum di mana pun dan kapan pun, khususnya kepemimpinan di bidang pemerintahan, baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.

Pertama, pemimpin administratif. Pemimpin administratif menempatkan dirinya sebagai sosok yang lebih menangani hal-hal administratif dan seremonial. Semisal menandatangani surat-surat, mengadakan rapat dengan bawahannya, menghadiri acara-acara dan pertemuan, baik di lingkungan daerahnya maupun di luar, atau di jenjang yang lebih tinggi. Ia menemui kelompok-kelompok orang (ormas atau semacamnya), melakukan sejumlah peresmian, dan sejenisnya.

Ia menjadi personifikasi administratif dan legal pemerintahan di wilayahnya. Ia menjadi jembatan administratif antara dirinya dengan bawahannya, atau dengan struktur pemerintahan di atasnya. Ia menjalani kepemimpinan sebagai rutinitas formal sebagaimana adanya.

Masyarakat dan rakyat hanya merasakan kehadiran pemimpin jenis ini saat ia mengunjungi mereka. Jika besok lusa diganti dengan pemimpin baru yang lain, tidak ada memori mendalam mengenai pemimpin ini. Ia hanya pernah tercatat dalam dokumen resmi sebagai pernah menjadi presiden, gubernur, atau bupati, atau walikota di sebuah daerah.

Apakah pemimpin seperti ini tidak dibutuhkan? Oh, tentu saja sangat dibutuhkan. Keberadaannya membuat pemerintahan dan pelayanan ada dan berjalan. Kalau sebuah masyarakat tidak memiliki kepemimpinan, bisa terjadi kekacauan sosial.

Karenanya, masyarakat dan rakyat tetap merasakan manfaat kehadiran pemimpin administratif, hanya saja dengan perasaan dan pengaruh yang biasa-biasa saja. Tidak ada hal besar yang dilakukan oleh pemimpin seperti ini. Kalau pun besok-besok diganti oleh pemimpin yang lain, namanya akan segera lenyap dan dilupakan.

Di negeri kita, mayoritas pemimpin pemerintahan masih seperti ini. Stok mereka adalah yang terbanyak, dibandingkan dengan dua tipe pemimpin lainnya. Anda silakan sebut nama sejumlah pemimpin di Indonesia terutama di tingkat daerah. Anda akan menemukan kebanyakan mereka berada di tipe kepemimpinan yang pertama ini. Ya, kepemimpinan yang biasa-biasa saja. Memang kepemimpinan ini masih bermanfaat, tetapi manfaat yang jauh lebih besar ada pada kepemimpinan berikutnya.

Kedua, pemimpin yang membangun. Pemimpin tipe ini telah naik kelas dari tipe sebelumnya. Selain menjalani fungsi-fungsi adminitratif-seremonial yang dilakukan oleh pemimpin administratif, pemimpin tipe kedua ini melakukan berbagai pembenahan dan pembangunan, terutama secara fisikal.

Di tangannya, daerah atau kota berubah lebih cantik, lebih rapih, lebih indah, dan familiar bagi para warganya. Di antara mereka ada yang membangun jalan, gedung-gedung, jembatan, taman-taman, merapihkan dan memperindah kota atau daerah.

Masyarakat merasakan kehadirannya lebih konkret, sekalipun ia tidak menemui mereka secara fisik. Jejak-jejak pembangunan terlihat, tersaksikan dan terasakan oleh mereka.

Tentu, mereka senang dengan kehadiran pemimpin seperti ini. Mereka bahkan mengidolakannya dan menaruh harapan agar ia tampil lebih dari posisinya sekarang. Indeks kebahagiaan warga bisa naik berkat kepemimpinan jenis ini. Dan jika masyarakat di sebuah daerah mendapatkan pemimpin jenis ini, wah, luar biasa senangnya mereka. Selain membanggakan, pemimpin ini akan membuat pembangunan di daerah atau kotanya benar-benar terasa.

Saat ini, di daerah, tipologi pemimpin seperti ini sudah mulai bermunculan. Dan setiap ada pemimpin seperti ini, pemimpin daerah lain sepertinya terpacu untuk mencontohnya.

Sebagai masyarakat, kita senang dengan kehadirannya, dan bahkan mengharapkan kemunculan sosok yang lebih banyak lagi. Akan tetapi, jika Anda menginginkan pemimpin yang lebih dari sekadar menata dan membangun, maka Anda memerlukan kepemimpinan tipe ketiga di bawah ini.

Ketiga, pemimpin yang mengubah. Tipe pemimpin ini menjalani tipe kepemimpinan pertama dan kedua. Tetapi yang istimewa, ia juga sekaligus mengubah pola pikir dan perilaku warganya. Pemimpin jenis ini tentu saja menjalani fungsi-fungsi administratif dan membangun fisik daerah atau kotanya.

Namun, ia tidak hanya membangun fisik daerahnya, tidak hanya membangun infrastuktur dan sarana-prasarana, melainkan juga membangun mindset dan perilaku masyarakat. Pemimpin tipe ini tidak hanya melakukan hard development, tetapi lebih dari itu adalah soft development.

Kebijakan-kebijakannya bukan hanya berkaitan dengan sesuatu yang terlihat, tetapi juga akan mengubah cara berpikir dan perilaku orang-orang di daerahnya. Sekalipun pada awalnya perubahan itu dijalani oleh sebagian masyarakatnya dengan keterpaksaan, tetapi dampak positifnya akan dirasakan kemudian.

Yang pasti, pemimpin tipe ketiga ini sangat langka! Memang ada, tetapi baru satu dua, setidaknya yang sudah terekspos secara publik. Sebab, yang harus ia lakukan bukan saja kerja-kerja administrastif dan membangun, tetapi juga mengubah manusia –dan ini yang paling sulit.

Untuk menjadi pemimpin yang mengubah, seseorang harus juga memiliki kearifan lokal, pencerahan spiritual dan kecerdasan kontekstual. Termasuk dalam makna pencerahan spiritual dan kecerdasan kontekstual adalah kemampuan menangkap spirit dan keunggulan lokal untuk dijadikan keunggulan yang menonjol dan mengubah. Dan yang memiliki hal ini jelas lebih jarang lagi.

Sekarang coba kita perhatikan negeri ini. Dengan mulai munculnya beberapa figur pemimpin sekarang, Indonesia sebenarnya sedang melakukan transformasi leadership, dari kepemimpinan administratif menuju dua tipe kepemimpinan di atasnya, yakni kepemimpinan yang membangun dan kepemimpinan yang mengubah.

Meskipun belum mayoritas, namun tren kepemimpinan masa depan akan bergerak ke arah ini. Jika tidak, mereka akan ditinggalkan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upacara adat sunda mapag panganten

Aki lengser dalam upacara adat mapag panganten